Selasa, 04 Oktober 2016

Pesan Untuk Menampakkan Nikmat Dalam Surah Adh-Dhuha


Pesan untuk Menampakkan Nikmat dalam Surat Adh-Dhuha

Sobat NASA, pasti familiar dengan salah satu surat yang ada di juz 30 ini kan? Yep, surat Adh-Dhuha. Kalau ngomongin soal shalat Dhuha atau surat Adh-Dhuha ini mungkin yang ada di benak kita adalah gimana caranya supaya rezeki kita terus ngalir lancar dan kita nggak 'kekurangan'. Bener nggak, Sob? Tapi, ternyata dalam surat ini kita malah diperintahkan untuk banyak bersyukur dan menampakkan kesyukuran itu loh, Sob.

Allah SWT berfirman,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (QS. Adh Dhuha: 11).

Para ulama menjelaskan mengenai ayat tersebut. Dari Abu Nadhroh, ia berkata, “Dahulu kaum muslimin menganggap dinamakan mensyukuri nikmat adalah dengan seseorang menyiarkan (menampakkan) nikmat tersebut.” Diriwayatkan oleh Ath Thobari dalam kitab tafsirnya, Jaami’ Al Bayaan ‘an Ta’wili Ayyil Qur’an (24: 491).

Al Hasan bin 'Ali berkata, “Kebaikan apa saja yang kalian perbuat, maka siarkanlah pada saudara kalian.” Disebutkan oleh Ibnu Katsir, dari Laits, dari seseorang, dari Al Hasan bin ‘Ali (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14: 387).

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin dalam tafsir Juz ‘Amma menjelaskan, “Tahadduts ni’mah (menyebut-nyebut nikmat Allah) adalah dengan ditampakkan yaitu dilakukan dalam rangka syukur kepada pemberi nikmat (yaitu Allah Ta’ala), bukan dalam rangka menyombongkan diri pada yang lain. Karena jika hal itu dilakukan karena sombong, maka itu jadi tercela.”

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah memberikan penjelasan menarik tentang ayat di atas. Beliau rahimahullah berkata, “Allah memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyebut-nyebut nikmat yang Allah berikan. Nikmat itu disyukuri dengan ucapan dan juga ditampakkan dengan amalan. Tahadduts ni’mah (menyiarkan nikmat) dalam ayat tersebut berarti seperti seorang muslim mengatakan, “Alhamdulillah, saya dalam keadaan baik. Saya memiliki kebaikan yang banyak. Allah memberi saya nikmat yang banyak. Aku bersyukur pada Allah atas nikmat tersebut.”

Tidak baik seseorang mengatakan dirinya itu miskin (fakir), tidak memiliki apa-apa. Seharusnya ia bersyukur pada Allah dan tahadduts ni’mah (siarkan nikmat tersebut). Hendaklah ia yakin bahwa kebaikan tersebut Allah-lah yang memberi. Jangan ia malah menyebut-nyebut dirinya itu tidak memiliki harta dan pakaian. Janganlah mengatakan seperti itu. Namun hendaklah ia menyiarkan nikmat yang ada, lalu ia bersyukur pada Allah Ta’ala. Jika Allah memberi pada seseorang nikmat, hendaklah ia menampakkan nikmat tersebut dalam pakaian, makanan, dan minumnya. Itulah yang Allah suka. Jangan menampakkan diri seperti orang miskin. Padahal Allah telah memberi dan melapangkan harta. Jangan pula ia berpakaian atau mengonsumsi makanan seperti orang miskin (padahal keadaan  dirinya mampu, pen). Yang seharusnya dilakukan adalah menampakkan nikmat Allah dalam makanan, minuman, dan pakaiannya. Namun hal ini jangan dipahami bahwa kita diperintahkan untuk berlebih-lebihan, melampaui batas dan boros.” (Majmu’ Fatawa wa Maqolaat Mutanawwi’ah, juz ke-4, ibnbaz(dot)org).
Mayoritas ulama salaf menganjurkan agar memberitahukan kebaikan yang dilakukan oleh seseorang jika ia mampu menghindarkan diri dari sifat riya’ dan agar bisa dijadikan contoh oleh orang lain. Sehingga secara hukum, tahadduts bin ni’mah dapat dibagi kepada dua kategori.

Jika terhindar dari fitnah riya’, ujub, dan tidak akan memunculkan kedengkian pada orang lain, maka sangat dianjurkan untuk menyebut dan menceritakan kenikmatan yang diterima oleh seseorang.

Namun, jika dikhawatirkan akan menimbulkan rasa dengki, dan untuk menghindarkan kerusakan akibat kedengkian dan tipu muslihat orang lain, maka menyembunyikan nikmat dalam hal ini bukan termasuk sikap kufur nikmat.

Soal menampakkan nikmat ini, Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang berpenampilan jauh dan bertentangan dengan kenikmatan yang diterimanya. Seperti yang dikisahkan oleh Imam Al-Baihaqi bahwa salah seorang sahabat pernah datang menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian lusuh dan kumal serta berpenampilan yang membuat sedih orang yang memandangnya. Melihat keadaan demikian, Rasulullah bertanya, “Apakah kamu memiliki harta?” Sahabat tersebut menjawab, “Ya, Alhamdulillah, Allah melimpahkan harta yang cukup kepadaku.” Maka Rasulullah berpesan, “Perlihatkanlah nikmat Allah tersebut dalam penampilanmu.” (Syu’abul Iman, Al-Baihaqi).

Jadi pengingat buat diri kita ya, Sob, untuk senantiasa bersyukur terhadap segala yang sudah Allah SWT berikan kepada kita. Salah satu caranya adalah dengan menampakkan nikmat tersebut.

Menampakkan nikmat agar kita nggak melulu merasa kekurangan atau kesusahan. Sering banyak yang gitu kan, Sob. Sudah banyak yang Allah SWT kasih, tapi kitanya aja yang nggak bisa membuka mata lebar-lebar untuk mensyukuri banyaknya nikmat yang ada di sekitar kita.

Kudu diingat juga bahwa menampakkan nikmat dalam rangka berterima kasih pada Sang Pemberi Nikmat. Bukan untuk pamer atau sombong loh. Bagaimana pun segala nikmat atau harta yang kita miliki di dunia ini bukan punya kita, melainkan sekadar titipan yang mampir sekejap mata. Jadi, nggak usah terlalu posesif terhadap apa yang bukan milik kita.

Allahu a'lam.

Referensi: dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar